Jumat, 27 September 2013

CERPEN ~ MENGENALMU SUNGGUH INDAH



            Aku tau kok, aku gak cantik secantik perempuan yang lain. Aku memang gak sempurna dibanding yang lainnya. Aku bukan tidak bersyukur atas apa yang Tuhan berikan selama ini. Tetapi aku hanya iri, mengapa aku tidak seperti mereka. Mengapa Tuhan tidak adil?
            Namaku Rahma Gladys Niatra. Aku berumur 16 tahun, aku duduk di bangku kelas 2 SMA. Hari - hariku di isi dengan penuh keceriaan. Bagiku, tak mau aku melewatkan hari yang indah hanya untuk merenung diam tanpa melakukan sesuatu. Aku cukup di segani banyak temanku. Mereka bilang aku ramah, baik, dan bijaksana. Banyak teman yang menganggapku sebagai teman curhat mereka dalam pemecahan masalahnya. Aku memang senang membantu dan memecahkan jalan keluar jika ada suatu masalah. Bagiku, itu mudah. Masalah dapat di selesaikan dengan hati yang dingin dan melalui nalar logika.
            Banyak kesan dan pesan yang ku dapat dari berbagai masalah dari teman-teman. Aku menyukai itu. Walaupun aku tidak berfisik sempurna seperti orang kebanyakan, tapi aku percaya diri dengan tubuhku yang lebih dari temanku yang lain. Aku tak pernah minder ataupun malu dengan ini. Menurutku, semua ini adalah ciptaan Tuhan yang harus kita syukuri. Walaupun di saat-saat tertentu aku minder dengan postur tubuhku ini. Tapi, lingkungan yang membuatku semangat dan semakin percaya diri. Di usia ku yang menginjak dewasa, rasa ingin mengetahui cinta pun ku alami. Aku mulai menyukai lawan jenis yang menarik bagiku. Tipe idealku gak muluk-muluk. Hanya baik, sopan santun, dan taat agama. Ya.. itulah tipe idaman cowokku. Tapi di jaman sekarang ini, jarang sekali orang yang seperti itu, apalagi dengan postur tubuhku begini. Kebanyakan cowok sekarang lebih memilih wanita yang cantik. Itu juga yang kudapat dari teman cowokku yang curhat kepadaku.
            Di sekolah, aku menyukai teman kelasku. Ia Ferry. Aku memang dekat dengannya. Tak heran teman-teman bahkan guru-guru pun menganggap kami berpacaran. Sebenarnya aku berharap demikian. Tapi, sudahlah.. hanya mimpi di siang bolong jika aku bersamanya. Ia keren, pintar, kreatif dan sangat ramah. Entah sudah berapa episode kami saling menceritakan kisah kami. Aku senang dapat mengenalnya lebih dekat.
“Ma, gua mau cerita nih. Gua naksir si Dian. Kira-kira kapan yaa waktu yang tepat buat ungkapin perasaan gue?” Tanyanya. Pertanyaannya membuatku tak bersemangat untuk menjawab. Aku yang menyimpan perasaan padanya, tetapi ia lebih memilih orang lain. Aku rasa aku memang tak cantik, tak sepadan dengan Dian yang begitu sempurna di mataku. Aku menghembuskan nafas. Mencoba bersabar dengan apa yang kudengar. Aku pun tak mau membuat ia menunggu lama atas jawabanku.
Aku menjawab “Ya, terserah loe aja. Liat kondisinya aja dulu.” Berat rasanya menjawab pertanyaannya.
“Tapi, kalo dia nolak gue gimana?”  Tanyanya.
Pertanyaannya membuatku gusar. “Hanya orang bodoh yang nolak segala kesempurnaan lo, Fer..” Kataku dalam hati.
“Gak. Percaya sama gue. Dian pasti suka juga sama lo..” Aku segera berlalu meninggalkannya.
***
            Hari semakin gelap, menandakan malam segera menghampiri. Aku yang sedang mengerjakan PR di kejutkan oleh kakakku dari belakang.
“Hayoo.. ngerjain PR sambil ngelamun. Kenapa lo ?” Tanya Kak Radit.
“Gak apa-apa kok, Kak.” Balasku.
“Ah, bohong. Pasti lagi galau. Ciie, ade gue bisa galau.” Ejeknya.
“Iih. Apaan sih kak. Siapa yang galau. Aku lagi happy juga. Nih......” Kataku sambil menunjukan senyum paksaan.
“Ah, terpaksa tuh senyumnya. Gue tau dek, lo lagi galau, si Ferry abis nembak Dian kan??” Tanyanya membuatku kaget.
”Kok kakak tau Ferry sama Dian jadian?”
“Tau lah, mata-mata gue kan banyak. Udah gak usah di pikirin. Sekolah dulu yang bener, jangan pacaran dulu.” Katanya menasehatiku.
“Ehhmm, bisa banget lo kak, bilang aku gak boleh pacaran. Lah kakak? Pacarnya aja udah banyak banget.” Kataku membalikan.
“Ya elah dek. Gue kan udah gede.” Jawabnya.
“Gede apaan? Kakak kan kelas 3 SMA, beda 1 tahun doang kelasnya sama aku.‘’
“Yaa, kan waktu SD lo ikut aksel dek. Kebalap setahun gue. Ya udah sekarang gini. Terserah deh kalo lo mau pacaran. Tapi.. emang lo punya pacar dek? Temen deket aja gak ada, ada tapi udah jadian sama orang lain.”ejeknya sambil tertawa kecil.
Kata-katanya barusan membuatku semakin terpuruk sedih. Aku tak dapat menjawab pertanyaannya.
“Kenapa lo dek? Ngambek? Ya elah, gue becanda kok. Katanya sambil mengacak-acak rambutku.
Aku masih terdiam. Sesekali aku menjatuhkan air mata.
“Udah, ga usah di pikirin, gue Cuma becanda. Udah lanjutin belajarnya biar pinter.” Katanya sambil meninggalkan kamarku.
Kata-katanya benar membuatku down. Entah apa maksudnya. Tapi, kusadari memang beginilah keadaanku.
***
            Aku bukan tipe orang yang terlalu larut dalam kesedihan dan renungan. Aku pun telah melupakan kata-kata Kak Raditya semalam. Sesampai di sekolah, aku bersikap seperti biasanya tanpa ada rasa sedih ketika tahu bahwa Ferry berpacaran dengan Dian. Aku mulai terbiasa dengan hal itu. Bagiku, untuk apa aku menangisi orang yang tak memikirkan perasaanku. Toh, itu hanya membuatku terganggu.
“Rahmaa..” Panggil seseorang dari belakang. Aku pun menoleh. 
“Eh, Tyas. Kenapa Yas?”
“Ngga, apa-apa Cuma mau bareng aja. Hehe..”
 “Ooh, ya udah yuk..” Ketika aku dan Tyas sedang menuju kelas. Ada seorang cowok keren dengan motor Ninja merah-nya turun dari motor.
“Yas, kak Renaldi keren yaa?” Tanyaku pada Tyas.
“Iya ya.. Tapi gue heran, kenapa sampai saat ini masih jomblo. Padahal banyak lho yang naksir sama dia. Termasuk lo..” Balasnya.
Aku mengagumi kakak kelasku yang begitu tampan. Namanya Kak Renaldi. Ia pemain basket di sekolahku, pengajar ekskul musik, dan aktif dalam kegiatan agama pula. Cowok tipe idamanku banget ya Allah... Aku pun tak pernah melewati pertandingan-pertandingan basketnya. Aku benar-benar mengaguminya. Aku rasa dia tahu perasaanku padanya. Karena aku sering memperhatikannya, dan teman-temanku pun sering mengejekku bila dia ada.
“Ciie.. Rahma. Ada kak Renaldi tuh..” ejek Fira.
“Ih, Fira. Jangan mulai deh.” Balasku. Aku pun sambil meliriknya. Ternyata, dia tersenyum akibat ejekkan itu. Aku pun hanya bisa membalas senyum padanya. Hubungan aku dan kak Renaldi semakin dekat, karena kegiatan-kegiatan ekskul kami yang sama. Rasa yang ada di hatiku pun semakin menjadi-jadi. Aku semakin mencintai Kak Renaldi. Aku merasa bahwa kak Renaldi pun mempunyai rasa yang sama padaku, karena perhatiannya padaku selama ini.
***
“Rahma..” Panggil kak Renaldi padaku.
            “Kenapa kak??” Jawabku.
“Ehm, aku gak tau mau bilang apa sama kamu. Tapi ini bener-bener murni perasaan aku. Aku sayang banget sama kamu. Aku juga cinta sama kamu. Ya.. Mungkin ini terlalu cepat. Tapi aku gak peduli, aku juga yakin kamu suka sama aku. Makanya itu, kamu mau gak jadi pacar aku?” Tanyanya.
Kejutan itu bagaikan membuatku lemas, namun aku sangat bahagia. Ucapan itu seakan ucapan yang tak pernah sebelumnya aku bayangkan. Aku hanya diam seribu bahasa.
“Eh, si Rahma.. di tanya malah diem. Gimana Rahma?? Aku di terima gak sama kamu?” Pintanya sedikit merayu.
“Ehgg.. gimana ya kak..” jawabku dengan gugup.
“Kenapa Ma? Gak di terima ya?
“Ehm, bukan bukan.. aku..aku.. aku sebenarnya suka juga sama kakak, tapi aku malu..”
“Malu? Malu kenapa??”
“Kakak gak malu punya pacar kayak aku?” Tanyaku ragu-ragu.
Renaldi terdiam.. lalu tersenyum.
“Rahma.. aku menyayangi kamu bukan dari fisik atau yang lain, tapi aku menyayangi kamu dari hatimu. Kamu mampu membuat orang di sekitarmu tersenyum, termasuk aku.. Gak usahlah kamu pikirin omongan orang lain nanti. Yang ngejalanin kan kita berdua. Yang merasakan, cuma kita berdua, Ma.”
Aku terdiam.
“Kak.. kakak yakin??”
“ya ! Sangat yakin. Aku yakin hubungan kita ini pasti sangat spesial.”
“Oke. Aku terima Kakak..”
“Serius? Yeeeeeee.... terima kasih Rahma.. Aku janji bakal jadi orang yang sangat menyayangi kamu.” Katanya kegirangan.
Hari itu menjadi hari jadian aku dan Kak Renaldi. Aku senang sekali. Kabar ini pun sampai di telinga Kakakku.
***
Aku sedang berbaring dikamar sambil mengingat-ingat kejadian tadi siang. Tak pernah aku sangka, aku akan menjadi perempuan yang sangat beruntung. Tiba-tiba pintu kamarku terketuk.
“Masuk..” Kataku. Aku segera duduk menyambut kedatangan seseorang dari luar kamarku.
“Lo lagi ngapain?” Tanya kak Radit.
“Lagi happy..”
“Maksudnya?”
“Kakak belum tau aku jadian sama Kak Renaldy?”
“Hah? Lo jadian sama Renaldi? Katanya terkejut.
“Iya kak, emang kenapa??”
“Gak apa-apa sih.. lo suka sama Renaldi?
“Banget kak ! malah cinta.”
“Tapi, gue gak yakin dia punya perasaan yang sama kayak lo Ma..”
“Kenapa ngomong gitu sih Kak? Kakak gak suka aku jadian sama Renaldi? Mentang-mentang aku gak punya pacar, sekalinya punya pacar kakak giniin aku..”
“Dek, gue gak maksud kayak gitu. ”
“Alah, boong. Kenapa sih Kak, kakak pacaran apa aku pernah ganggu? Nggak kan? Apa karena Kak Renaldi pacar pertama aku, kakak jadi semaunya. Aku udah dewasa Kak, aku juga berhak menentukan siapa yang bisa aku jadikan kekasih. Gak usah lah Kakak ikut-ikutan.”
“Terserah deh, Ma.. gue Cuma kasih tau, lo bakal nyesel nanti..” bentaknya sambil membanting pintu kamarku.
***
Hari-hariku pun terasa indah bersama Kak Renaldi, pulang antar jemput itu selalu dilakukannya. Tak ada kesan mencurigakan seperti yang Kak Radit katakan padaku. Hingga hubungan kami pun menginjak 4 bulan. Aku semakin cinta akan kehadirannya di hidupku, entah mengapa ia kini menyayangiku lebih dari yang dulu..
***
            Saat bel pulang sekolah tiba, aku telah janjian bahwa akan pulang bersama dengan Renaldi menggunakan motorku, karena motornya di bengkel. Ketika aku menuju ke kelasnya di lantai 2, aku mendengar percakapan teman-teman Kak Renaldi. Di tempat itu kira-kira ada 5 orang Siswa.
“Eh  si Aldi, kok masih betah yah sama si balon tiup itu?” Kata salah seorang siswa.
“Tau tuh, taruhannya kan udah berakhir dari 2 bulan yang lalu. Apa jangan-jangan si Renaldi suka beneran sama si Rahma?” Sahut teman yang lain.
“Kok mau sih Aldy?”
“Eh, tapi si Rahma manis kok, pinter juga lagi.”
“Ah, itu mah lo aja yang naksir”
“Terus, masalah taruhan gimana tuh? Eh, Zal. Lo udah lunasin taruhannya kan.”
“Sampai berapa bulan sih?” 2 bulan doang kan?
“Iya lah.. perjanjian dia jadian sama si Rahma kan Cuma 2 bulan, kalo udah 4 bulan gini gue gak tanggung jawablah.”
“yoiii....”
Hatiku bagai tersayat pedang panas mendengar ucapan mereka. Aku hanya menangis mendengar apa yang mereka nyatakan barusan. Aku segera berlari menuju parkiran motor, lalu aku pulang. Hari itu bagaikan hari yang menyesakkan dalam hidupku. Di perjalanan pulang aku berusaha menahan tangis. Sesampai di rumah aku segera berlari menuju kamarku. Aku meluapkan kesedihanku saat itu. Aku menangis sejadi-jadinya. Mengapa Kak Renaldi tega menjadikanku bahan taruhan dengan teman-temannya...
Tiba-tiba tanda bunyi pesan masuk pun terdengar dari tasku. Aku segera meraih tasku dan melihat siapa pengirim pesan tsb, lalu membacanya. Ternyata dari Kak Renaldi.
“Rahma.. kamu dimana? Kakak nyariin kamu. Kok motor kamu di parkiran udah gak ada. Jangan bilang kamu udah pulang..”
Aku tak membalas pesannya. Aku kembali menangis... ku dengar ketukan pintu dari luar kamarku. Aku segera bangun dan membukakan pintu. Kak Radit sudah ada di depan pintu.
“Rahma... nonton yuk. Film kesukaan kita udah tayang nih..”
“Ngga ah. Aku lagi males kak..”
“Ntar dulu, kenapa mata lo? Abis nangis?”
“Gak apa-apa..”
“Cerita gak !” Katanya sedikit memaksa.
Kami duduk di tepi tempat ranjangku. Aku menceritakan pada Kak Radit tentang apa yang ku alami barusan. Wajah Kak Radit berubah seperti akan memuntahkan amarahnya.
“Kan gue udah bilang, dia itu gak bener. Sialan banget, liat aja. Lo tunggu sini, gue mau samperin dia.” Bergegas pergi.
Kak Radit entah kemana aku tak tahu, aku lebih memilih istirahat dan tertidur pulas.
***
Kak Radit menuju rumah Kak Renaldi. Setelah memarkirkan motornya di depan rumah Kak Renaldi, Kak Radit segera mengetuk pintu rumah Kak Renaldi. Kak Renaldi pun keluar dari rumahnya.
“Eh, Radit.. tumben maen ada apaan?”
“Jangan banyak bacot loe.” Kak Radit memukul Renaldi.
“Apa-apaan ini?”
“Apa-apaan? Hah? Pura-pura bego lo? Lo jadiin adek gue bahan taruhan kan! Sialan lo. Emang dari awal gue udah gak percaya waktu lo jadian sama adek gue, lo sama bejatnya waktu lo putusin Della seenak jidat lo !”
“Tapi, gue beneran gak ngerti”
“Ikut gue, lo..”
Kak  Radit dan Renaldi pun menuju ke rumahku. Sesampai di rumahku, Kak Radit membangunkanku, dan menyuruhku menemui serta membiarkan aku berbicara dengan Kak Renaldi di halaman belakang. Aku pun bersiap-siap, dan mengusap mataku agar tak terlihat seperti habis menangis. Aku pun menemui Kak Renaldi.
“Rahma..” Sapanya. “Kamu kenapa? Habis nangis? Memandangku.
“Nggak ! Kak, lebih baik hubungan kita, kita cukupkan sampai disini aja..”
“Lho kenapa?” Tanyanya heran.
“Kenapa? Kakak masih nanya kenapa? Kakak jadian sama aku karena taruhan uang sama temen-temen Kakak kan? Hebat banget, Kak..” Kataku sambil menahan tangis.
“Rahma.. mungkin memang sudah waktunya aku harus mengatakan hal yang sebenarnya sama kamu.”
“Bagus, kalo gitu apa yang mau kakak bilang? Kakak mau bilang Kakak bahagia dapet uang itu? Banyak ya Kak uangnya? Terus abis ini aku mau dikemanain? Diputusin? Ditinggal? Atau digantung?” Kataku ketus.
“Bukan gitu Ma.. Jujur, awalnya aku memang memperalat kamu sebagai bahan taruhan aku dan teman-teman. Tapi...” ucapannya terpotong.
“Tapi apa Kak? Apa ???” aku mulai menangis
“Tapi aku tak berniat untuk membuatmu sakit hati, kamu tahu hubungan  kita sudah annive yang ke 4 bulan, kamu pasti tahu pertaruhan itu hanya kita menginjak hubungan ke 2 bulan. Aku gak pernah menggunakan uang itu sepeser pun, aku pun mulai mencintaimu ketika masa taruhan itu akan berakhir. Makanya aku putuskan agar lebih lama, karena aku mulai mencintaimu.”
Aku terdiam mendengar ucapannya.
“Asal Kamu tahu Rahma, aku tak peduli dengan apa yang orang katakan tentang hubungan kita yang berawal dari sebuah taruhan. Aku justru bangga, selain aku mendapat uang taruhan itu, aku juga mendapat cinta kamu. Tapi sejujurnya, aku gak berniat untuk mempermainkan kamu..” tambahnya.
“Kenapa harus dengan cara ini sih Kak? Itu sama aja Kakak mempermalukan aku di hadapan teman-teman Kakak. Kenapa Kakak terima taruhan itu?
“Kakak menerima taruhan karena kakak bingung, kamu tahu setelah kakak putus dengan Della? Saat itu aku seakan mati berpisah dengannya, Della menghancurkan hubungan kami dengan perselingkuhannya, lantas aku pun menjadi serba salah. Lalu aku putuskan dia, setelah kami putus, untuk menghilangkan rasa cintaku pada Della, aku menyetujui saran teman-teman untuk mencari penggantinya, dengan taruhan itu, justru aku mendapatkan kebahagiaan secara istimewa, aku menemukanmu lebih dari segalanya, itulah alasanku untuk mempertahankan hubungan kita, Ma..”
Aku terdiam. Kini tangannya menggenggam erat tanganku.
“Rahma, percayalah. Aku sangat mencintaimu. Aku ingin kita selalu bersama untuk hari ini, esok dan selamanya.. Jangan ada ragu untuk kisah kita, Ma. Hubungan ini hanya kita yang menjalani, bukan mereka.”
“Tapi, ini bukan bagian taruhan lagi kan, Kak?”
“Nggak..! Sama sekali nggak. So?”
Aku tersenyum.
“Terima kasih lagi Rahma, aku sangat menyayangi kamu.. Nggak akan ada kata taruhan lagi. Dan jangan ungkit masalah ini lagi, Oke! Udah gak usah nangis, jelek ah .. ” mengusap air mataku dengan tangannya.
“Oh iya, uang taruhannya belum aku balikin. Tapi gak usah ya, buat tabungan kita menikah nanti.” Tambahnya.
Kak Renaldi mencium keningku, lalu memelukku dengan erat. Kami pun kembali bersama. Aku berjanji tak akan mengkhianatinya seperti Della yang dulu menduakannya. Setidaknya aku harus berterima kasih pada teman-teman Kak Renaldi, karena berkat saran mereka. Kami dapat menjalin sebuah kisah yang aku impikan sejak dulu.

*TAMAT*
By: fzhuzie@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar