Di pagi hari yang cerah, Vega pergi
mengendarai mobil Jazz hitam miliknya
menuju rumah Marwan, kekasihnya yang sudah menjalin hubungan selama 4 tahun.
Sambil asyik dengan lagu yang
ia nyalakan di dalam mobil, tiba-tiba “Bruuuk!” sepertinya Vega menabrak sesuatu. Ia segera turun dari mobilnya.
“Mas, aduh kok tiduran disini
sih. Heh... Hellow...”
“Mbak, aduh.”
Seorang cowok itu mulai tak sadarkan diri.
“Aduh, heh.. jangan pingsan dong.” Vega mulai melihat-lihat lokasi
sekitar, bermaksud ingin meminta bantuan. Bapak-bapak yang melihat kejadian itu
segera menghampiri Vega yang panik.
“Ada apa, Teh’?” Tanyanya.
“Bapak, tolong angkatin dia dong ke dalam mobil..” Perintah Vega.
Bapak itu pun membawa cowok yang pingsan ke dalam mobil Vega. Setelah Vega mengucapkan terima kasih padanya, ia pergi berlalu.
“Aduh, nih orang.. ngapain sih pake pingsan segala, emang tadi ketabrak, apa? Gimana nih gue. Ke rumah sakit aja kali, ya? Ah, jangan jangan..
nanti gue disuruh tanggung jawab. Ehgg, ke rumah aja deh.” Kata Vega gusar.
***
“Ya ampun, Mama kan pergi, Bi Sari ke pasar, Pak Udin pasti ikut Mama, gimana
ini?” Katanya.
Ia memutuskan untuk mengangkatnya
seorang diri. Dan ia
letakan cowok itu di sofa rumahnya.
“Hah ! Berat banget nih orang.
Orang apa karung beras
sih?”
***
Sudah 1
jam cowok itu tertidur pingsan di sofa milik keluarga Vega, saat asyik menonton tv, Vega teringat
film action yang ia tonton minggu lalu, bahwa orang dapat berubah menjadi
rampok ketika penghuni seorang diri. Vega
tatap sosok cowok yang tertidur di sofa, dari atas sampai bawah ia perhatikan.
“Nggak jelek-jelek amat nih cowok, ganteng kok.. dan gue bisa taksir umurnya masih 18
tahunan kayak gue.”
Saat Vega sedang serius menatapnya, tiba-tiba cowok itu
terbangun. Vega segera
bersigap.
“Saya dimana? Mbak ngapain disini?” Cowok itu duduk bersandar di sofa.
“Ih?
Ngapain,.. Ini
rumah gue..”
“Lalu, saya kenapa di rumah Mbak?”
“Gak tau ya. Udah sehat kan
mending pulang!”
“Mbak, kalau
saya boleh tanya, jalan kenari no.15 rumahnya
Ibu Sarah dimana ya? Saya mau ketemu sama Ibu saya..”
“Hah? Ibu? Ibu yang mana? Ini
siapa? Apa jangan-jangan dia
anaknya Mama. Oh my God. Mama selingkuh? Nggak mungkin..” Katanya dalam hati.
“Assalamualaikum..”
Vega dan cowok itu menoleh.
“Ibu..?” Cowok itu pun menghampiri dan mencium
tangan Bi Sari.
“Hah? Ibu?” Vega tercengang.
“Joni... Kamu tau rumah ini?” Bi Sari
memeluk Joni dengan erat.
“Gak tau Bu, tadi Joni..” Joni melirik
Vega. Vega segera menempelkan jari telunjuk di bibirnya, menandakan ia jangan
bicara. “Ehgg, tadi Joni nanya sama Mbak ini, eh ternyata rumahnya disini, jadi
bareng deh..”
Vega hanya mengernyitkan dahi, lalu pergi
menuju kamarnya.
***
Malam
harinya, Mama dan Papa Vega telah pulang dan mengajak Vega berkumpul bersama di
ruang keluarga, tak ia sangka cowok
yang ia kenal adalah anak dari Bi Sari
yang bernama Joni ikut berkumpul beserta dengan Bi Sari. Vega hanya bersandar
di sofa tak memperhatikan obrolan keluarganya.
“Joni, sekarang berapa umurmu?” Tanya
Papa Vega pada Joni.
“19 tahun, Tuan..”
“Ah, gak usah panggil Tuan panggil Pak
Burhan saja..” Kata Burhan menerangkan.
“Ehg, baik Pak..”
“Oh iya, apa yang membuatmu datang kemari?”
Tanya Burhan.
“Di kampung, saya baru saja mengalami
gagal panen Pak, lalu saya memutuskan untuk minta tolong sama Ibu, siapa tahu
disini ada pekerjaan untuk saya, saya bisa mengerjakan apa saja kok, Pak..”
“Anak seumuran kamu mau kerja seperti apa?
Kamu itu harusnya sekolah lagi. Apa kamu tidak berencana untuk kuliah?”
“Kami tidak mempunyai uang, Tuan..”
Sahut Bi Sari.
“Ehm.. Bagaimana kalau kamu kuliah di
kampusnya Vega?”
“Hah? Pa.. yang bener aja dong, Pa..
Jangan satu kampus sama aku lah.”
“Justru itu, biar kamu tuh pulangnya on time gak telat kelayapan pacaran
terus. Jadi Joni bisa mengawasi kamu..”
“Sudah Pak, tidak perlu. Biar saya
bekerja saja.” Ujar Joni.
“Tidak.. Tidak.. Mau jadi apa kamu
nanti kalau tidak bekerja? Lulusan perguruan tinggi saja masih susah mencari
pekerjaan. Bagaimana kamu yang memutuskan tidak kuliah? Pokoknya mulai besok,
kamu bersiap untuk pergi kuliah dengan Vega.”
“Papa.. Ih..” Vega pergi ke kamarnya.
“Terima kasih Pak, saya senang
sekali..” Kata Joni sambil mencium tangan Pak Burhan.
***
Pagi harinya, Vega bersiap-siap untuk pergi
ke kampus.
“Vegaaaa, ini sarapannya sayang..”
Panggil Mamanya.
“Ya, Ma..” Vega menuruni anak tangga
dan segera duduk di kursi makan.
“Joni, ayo sarapan dulu.” Ajak Pak
Burhan.
“Papa, bikin nafsu makan ilang aja
deh. Di dapur masih lega kan Pa, disana aja dia!” Jawab Vega.
“Vega, kamu itu kalau ngomong di jaga.
Apa Papa kurang mendidik kamu, makanya kamu jadi tidak sopan seperti ini? Ayo duduk
Joni, jangan dengarkan Vega..”
“Terima kasih, Pak..” Jawab Joni.
“Maklumin aja Vega begitu, dia kan
putri saya satu-satunya, mungkin saya yang terlalu memanjakan Vega, jadi kurang
sopan sama orang.” Ucap Burhan.
***
Pak Udin mengantar Vega dan Joni ke kampus.
Saat sampai di kampus, Vega dan Joni turun. Vega segera berlalu meninggalkan
Joni. Mobil yang mengantar mereka sudah pergi melaju.
“Non...
kelas saya dimana?” Teriaknya.
Vega tak memperdulikannya, ia segera
menuju kelasnya.
***
Joni
mengerjakan tugas kuliah pertama di kamarnya. Tiba-tiba Vega datang lalu
menggebrak pintu kamarnya.
“Lo pintar, kan? Kerjain nih..” Vega
meletakan bukunya di atas meja belajar Joni.
“Jangan sampai salah! Awas lo..”
Tambahnya. Saat Vega melangkah keluar kamar Joni, Joni mencegah tangan Vega.
“Non..” Joni menatap Vega. Joni maju
perlahan mendekati Vega. Lalu tanpa sengaja Joni menginjak kaki Vega.
“Aww... Ih.. Jangan pegang-pegang
gue!” Singkir Vega.
“Maaf, Non.. Non, saya mau tanya..
Apa, Non dan Marwan pacaran?”
“Kenapa emang? Lo naksir sama Marwan?”
“Hah? Nggak Non, nggak.. Nggak mungkin
kan, Non..”
“Siapa tahu..”
“Ehm.. Gini, Non.. Waktu saya pertama
kali datang ke Jakarta. Saya sempat di serempet mobil, lalu yang punya mobil
turun, dan memaki saya. Pacarnya juga turun memaki saya, Non.. Dia itu..
Marwan, Non..”
“Serempet? Yang nyerempet lo kan gue..
Lagi juga, gue bawa mobil sendirian, gak sama Marwan. Ngigo kali lo..”
“Nggak Non, sebelumnya saya di
serempet mobilnya Marwan, Marwan turun bersama pacarnya, dia bilang sayang kok ke
Marwannya. Terus, setelah Marwan pergi, baru saya di serempet mobilnya Non
Vega..”
“HAH? Hahahaha... Kasian banget sih lo,
sudah jatuh tertimpa tangga. Dengar ya, Joni.. Lo itu gak kenal sama gue
ataupun Marwan. Dan gue sama Marwan udah pacaran lebih dari 4 tahun.. Jadi gak
usah sok tahu, deh.. Okay..” Vega pergi keluar dari kamar Joni.
***
Ibunya Joni tersenyum bahagia melihat
Joni belajar dengan sungguh-sungguh di kamarnya. Joni adalah putra kedua Bi
Sari. Kakaknya telah meninggal karena kecelakaan kerja di Pabrik Tekstil,
sedangkan Ayahnya telah meninggal saat Joni berusia 5 tahun. Kini tinggal lah
Joni yang harus mengurus Ibunya.
***
“Iya sayang.. dia freak banget tau.. Masa dia bilang pernah di serempet sama kamu,
terus katanya kamu satu mobil sama pacar selain aku. Nggak mungkin banget kan?”
Kata Vega sambil menyindir Joni yang tiba-tiba lewat.
“Ya... Nggak lah.. sayang. Pacar aku
kan cuma kamu.. Masa kamu percaya sama anak kampung kayak gitu.”
“Ya makanya aku nggak percaya. Tapi
aku sebel banget sama dia...”
“Udah lah, gak usah di pikirin. Oke..”
Marwan mengelus rambut Vega.
***
“Kriiing.. Kriing..”
Ponsel Vega berdering. Vega menjawab
panggilan.
“Halo.. Oh Nadia. Tumben lo nelpon,
ada apa? Reuni? SMA kita? Kapan? Acaranya pake bawa pasangan? Ada-ada aja..
Masih kok.. Iya, sama Marwan.. Dimana? Oh Hotel Santika? Siapa yang ngusulin?
Oke oke.. Jam 7 malam kan? Oke.. Dah..” Vega mengakhiri panggilannya.
“Mesti kasih tau Marwan nih..”
***
“Liat Marwan gak?” Tanya Vega pada teman
kampusnya.
“Nggak..”
“Vega.. Cepet ikut gue..” Ajak Miftha
sahabatnya.
“Mau kemana, Tha?”
Vega mengikuti Miftha menuju
perpustakaan. Di lorong menuju perpustakaan, banyak mahasiswa yang sedang
berkumpul sambil keheranan. Vega semakin penasaran apa yang terjadi di
perpustakaan.
“Pokoknya kalau sampai lo bilang sama
Vega, abis lo!” Bentak Marwan sambil menarik kerah baju Joni.
“Saya nggak takut. Saya cuma takut
sama Allah. Allah itu melindungi saya.” Ujar Joni, yang wajahnya sudah babak
belur karena habis-habisan di pukuli Marwan.
“MARWAN!” Teriak Vega. Lalu pergi
menghampiri Marwan dan Joni.
“Kamu apa-apaan sih? Lepasin dia.
Kalian kenapa berantem sih?”
Marwan melepaskan genggaman pada kerah
baju Joni. Joni terdiam lalu terduduk di pojok samping rak buku.
“Apa sih yang terjadi? Kalian semua!
Kalian tahu pertengkaran ini, kenapa kalian gak melerai?” Tanya Vega pada
mahasiswa yang berada di lokasi.
“Heh Vega! Harusnya lo ngaca. Semua
orang disini tuh gak care lagi sama
lo. Siapa yang bisa peduli sama orang yang manja dan bisanya cuma menghina
orang-orang yang gak sederajat sama lo?” Sahut sahabatnya Marwan.
“Iya. Dan harusnya lo sadar, lo itu
gak pantes dibela sama Marwan. Marwan mungkin masih bertahan, karena dia kasian
doang sama lo..” Sahut yang lain.
“Apaan sih.. Marwan, itu gak benar
kan?” Tanya Vega.
“Vega. Kamu tahu kan.. berapa tahun
kita pacaran? 4 tahun. Selama itu aku merasa bosan sama sikap kamu, kayak anak
kecil, manja, dan posesif. Selama ini aku sabar hadapi kamu, tapi nyatanya,
kamu gak layak aku pertahanin. Kamu tahu aku pukul dia kenapa, karena hari
ini.. di tempat ini, sekitar 20 menit yang lalu sebelum perkelahian di mulai,
aku kepergok sama pembantu kamu lagi mencium Adela. Tadinya... Aku gak mau kamu
tahu, makanya aku mengancam dia. Jadi... Kamu tahu itu artinya apa kan..” Ujar
Marwan santai.
“Nggak.. Nggak.. Kamu bercanda kan,
kita gak mungkin putus kan? Marwan kamu tau aku sayang sama kamu. Kamu gak
boleh kayak gini..”
“Apa sih, Ga? Apa yang lo harapkan
dari cowok yang tukang selingkuh kayak gue? Selama 4 tahun kita pacaran, selama
4 tahun itu juga gue selingkuh. Kalau lo gak percaya, lo bisa tanya sama
Miftha, dia mantan gue. Mantan pertama gue setelah satu bulan gue jadian sama
lo. Kita putus, Ga..” Marwan pergi meninggalkan Vega yang masih terperangah tak
percaya akibat penjelasannya.
Miftha menunduk menyesal, mendengar
pernyataan Marwan.
“Apa? Tha, itu gak benar kan, Tha?
Tha, jawab Tha...” Vega terisak.
“Maafin gue, Ga.. Gue nyesel. Maafin
gue, Vega..” Sesal Miftha.
“Lo gila ya, Tha. Lo itu sahabat gue
dari SMP. Lo tega khianati gue?”
“Maafin gue.. Gue emang salah, Ga.”
“Joni.. Ya ampun..” teman perempuan
Joni datang tiba-tiba lalu menghampiri Joni. “Vega! Lo kok diem aja sih, Joni
pingsan karena nolong lo. Tega banget sih lo jadi orang.” Bentaknya.
“Gue gak butuh bantuan dia. Siapa yang
nyuruh dia bela gue?” Vega berlari keluar dari perpustakaan.
“VEGAAA!!” Miftha mengejar Vega.
“BANTUIN DONG! Gak punya nurani banget
kalian..” Ujarnya. Semua mahasiswa yang berada di lokasi perpustakaan membantu
Joni.
***
“Marwan... Kamu tega banget sama aku..
Aku kurang apa di mata kamu? Bahkan aku bisa dan aku mau maafin kamu, Wan...”
Isak Vega di kamarnya.
***
Tepat satu minggu Vega tidak pergi
kuliah. Ia terlalu malu telah di hujat oleh sahabat-sahabat Marwan yang jengah
dengan sikap manja Vega. Vega pun enggan bertemu Miftha. Ia mengurung dirinya
di kamar, tanpa mau di ganggu siapapun. Hatinya kini telah hancur, karena
berpisah dengan Marwan yang sudah menjadi kekasihnya selama 4 tahun. Terlintas
di pikiran Vega sosok Joni yang rela di hantam oleh Marwan karena membelanya.
Ia merasa bersalah pada Joni yang telah baik padanya. Joni banyak membantu
dirinya.
“Permisi.. Non.. Makan dulu nih.. Non
dari pagi belum makan.” Ujar Joni sambil membawa makanan. “Non Vega.. Ini juga ada
catatan kuliah, seminggu ini kan, Non jarang masuk. Saya sudah mencatatkan
untuk Non Vega.” Joni meletakan buku di atas meja.
“Non.. Saya suapin ya, Non..” Joni membawa
makanan lalu duduk di samping ranjang Vega. Vega duduk bersandar.
“Lo kok baik sih sama gue? Gue kan
jahat sama lo.”
“Non kan juga baik sama saya, manusia
itu wajib berbuat baik, Non.. Non Vega juga harus bangkit. Jangan sedih-sedih
mulu. Kalau kata anak sekarang mah, harus Move On. Kata pepatah kan, mati satu
tumbuh seribu. Nah, kalau Non Vega. Putus satu, dapat seribu..”
Vega tersenyum mendengar guyonan Joni.
--Bunyi pengingat di handphone Vega--
Vega membacanya. Pengingat untuk
mengingatkan acara reunian SMA-nya.
“Ya ampun.. Reuni besok. Mana gue gak
punya pasangan.” Keluh Vega.
“Ayo Non, di makan. Aa..” Joni
menyuapi Vega.
“Apa Joni aja, ya? Dia keren. Kalau
dandan, pasti mirip banget sama Egi John.” Ujar Vega dalam hati. “Jon.. Besok
malam, lo ada acara gak?”
“Nggak, Non. Ada apa?”
“Besok.. gue ada acara reuni SMA, dan
harus bawa pasangan. Lo mau kan jadi pasangan bohongan.. gue?” Ujarnya
ragu-ragu.
“Emangnya.. Non gak malu bawa saya?
Saya kan orang kampung..”
“Emangnya teman SMA gue tahu kalau lo
orang kampung? Ikut gak?”
Joni tersenyum.
***
“Pokoknya. Nama lo Jhon.. Ehm.. Jhon
Prawira. Bukan Joni Pakusan, jangan sampai lupa. Oke..” Ujar Vega.
“Kenapa harus ganti nama, Non?”
“Aduh Joni.. Dandanan lo udah keren,
masa namanya kampungan. Sekali ini aja.. Dan, kalau lo di tanyain. Bilang aja
bokap lo pengusaha tambang. Oke.”
“Tapi Bapak saya kan sudah meninggal,
Non..”
“Jon.. Pura-pura. Gimana sih, lo? Ayo
masuk..” Ajak Vega sambil menggandeng tangan Joni dan memasuki aula Hotel.
“Hai...Vega..” Sapa Nadia. Lalu
menyambar pipi Vega.
“Hai..”
“Siapa nih, Ga? Pacar baru?”
“Iya.. Kenalin.. Jhon Prawira. Sayang,
ini Nadia teman SMA aku.”
“Nadia.” Ujar Nadia sambil tersenyum.
“Jhon..”
“Ga, lo putus sama Marwan?”
“Iya gue putus. Tapi.. ngapain juga
gue masih sama dia. Mending sama Jhon. Dia anaknya pengusaha tambang, Bo..”
Bisik Vega.
“Hahaha.. emang bisa deh lo nyari
cowok. Udah ganteng, tajir lagi.. ”
***
Vega datang dengan gaun warna merah
berpadu dengan kemeja yang Joni kenakan. Mereka terlihat sangat serasi dan
romantis.
“Eh.. ada anak kampung. Ngapain lo
disini?” Tanya Marwan yang tiba-tiba datang menghampiri Vega dan Joni.
“Marwan. Kamu ngapain disini?” Tanya
Vega terkejut.
“Ini reuni anak SMA 38 kan? Harus bawa
pasangan kan? Ya.. gue kesini sama pasangan gue lah.”
“Pasangan? Siapa?”
“Miftha. Gue balikan sama Miftha.
Kenapa?”
“Hah?”
“Marwan.. Lo datang? Sama siapa?” Sapa
Nadia.
“Sama Miftha.”
“Oh.. Oh ya, lo udah kenal kan sama
pacar barunya Vega?”
“Dia?” Tunjuk Marwan pada Joni.
“Udah. Anak pembantunya dia kan?
Bukannya cewek ini tipe pemilih? Oh.. atau.. Lo cuma jadi mainannya dia doang?”
Tambah Marwan lalu pergi.
“Anak pembantunya Vega?” Tanya Nadia
terkejut. Vega terdiam.
“Teman-teman sekalian. Selamat datang
di acara Reuni SMA 38. Walaupun gue bukan alumni SMA kalian. Setidaknya, gue
pernah jadi murid di SMA 38 sebelum gue pindah ke SMA Kasih. Gue disini cuma
mau menjelaskan. Gue datang kesini bukan sama Vega.. Vega itu udah jadi mantan
gue. Jadi jangan ada yang mengkaitkan gue dengan cewek manja kayak Vega lagi.
Dan lo tahu, Vega hari ini datang dengan pacar barunya bernama Jhon Prawira.
Oh, atau Joni Pakusan? What ever. Si
Joni ini, adalah anak pembantunya Vega, yang dibilang Vega sih anak pengusaha
tambang. Iya tambang, tambang cucian. Hahaha..”
Semua teman-teman Vega tertawa. Vega berlari
meninggalkan area reuni. Joni menghampiri Marwan.
“Apa itu merugikan anda? Atau anda
cemburu melihat Vega punya kekasih yang baru? Sebenarnya, anda tidak berhak
berbicara menggunakan microphone itu.
Anda dan saya hanya diajak pasangan kita untuk datang memenuhi undangan reuni
SMA 38. Walaupun anda pernah menjadi murid SMA 38, tapi bukan berarti anda bisa
berkoar di depan teman-teman lama anda. Anda harusnya malu, dan berpikir. Bahwa
betapa beruntungnya anda pernah memiliki kekasih seperti Vega. Walaupun dia
manja, tapi dia punya hati yang tulus dan setia. Dimana pun anda berada, jika
sikap dan sifat anda masih sepeti ini, anda gak akan pernah mendapatkan cinta
yang tulus. Camkan itu. Marwan Soehendra!” Joni meninggalkan Marwan.
***
“Kenapa, Jon? Kenapa kamu mau pulang ke
kampung?” Tanya Burhan.
“Iya, Pak. Saya mau ambil hasil panen.
Setengah milik tetangga saya, itu ada milik saya. Jadi saya harus membantu
mengurus, Pak.”
“Lalu bagaimana kuliah kamu?”
“Saya minta cuti, Pak. Karena, hasil
panen itu akan saya tabung untuk masa depan saya, Pak.”
“Ya.. ya.. Ya sudah. Semoga berhasil.
Ingat, kalau urusan di kampung sudah selesai, segera kembali meneruskan
kuliahmu.”
“Iya, Pak..”
***
Hari-hari Vega kini terasa sepi. Tanpa
Joni di sisinya. Ia sadar. Ia begitu banyak membuat salah pada Joni. Di dalam
relung hatinya kini, mulai terisi hadirnya Joni. Begitu banyak kenangan yang ia
lalui bersama Joni. Vega mulai merasa kehilangan Joni.
“Jangan-jangan.. Gue suka sama Joni?
Aaah.. Kenapa gue bisa suka sama dia sih? Ih.... Tapi... Gue harus bawa Joni
kesini lagi.. Iya harus!”
***
Vega memutuskan untuk pergi menemui
Joni. Ia pergi membawa mobil pribadinya menuju Garut. Jalan yang di laluinya
cukup parah. Banyak lubang dan becek. Namun hatinya tetap kokoh untuk menemui
Joni.
“JONI...!” Vega menghampiri lalu memeluk
Joni dengan erat.
“Non.. Jangan begini Non. Gak enak dilihat
orang. Non, ngapain disini?”
Vega melepaskan pelukannya.
“Itu rumah lo, kan?” Vega segera
menuju rumah Joni. Lalu masuk ke dalam. Terlihat diwajahnya ada rasa jijik
melihat rumah Joni yang kumuh.
“Maaf ya Non, rumahnya jelek. Oh, ya..
Non, ada apa datang kesini?”
“Gue kesini.. mau jadi pacar lo!” Ujar
Vega yakin, lalu mengambil tisu dari tasnya dan meletakkan beberapa tisu untuk
alas duduk di bangku.
“Pacar? Non mau jadi pacar saya?” Joni
duduk di sebelah Vega.
“Iya.. Emang kenapa? Gak boleh?”
“Ehm... Non kan majikan saya. Lagi
pula, saya ini orang miskin, Non..”
“Emangnya orang kaya gak boleh pacaran
sama orang miskin? Lo kan di biayain kuliah sama bokap gue, lo manfaatin biar
benar. Lo kuliah yang rajin. Nanti kan kalo lo kerja gajinya gede, lo bisa
nikahin gue.. Ya, kan?”
Vega menghampiri Joni, dan duduk menyamping
di pangkuan Joni.
“Non.. Jangan gini Non..”
“Gue tulus kok sama lo. Gue... Cinta
sama lo.” Vega tersenyum manis.
“Ini bukan bualan Non semata kan? Non
beneran kan?”
Vega menggeleng tegas lalu mengangguk
yakin.
“Lo mau kan jadi pacar gue?” Tangan
Vega mulai merangkul bahu Joni.
“Aduh Non, saya.....”
“Eeeeeemmuaaaah...” Vega mengecup
bibir Joni. Joni yang terkejut membulatkan matanya.
“Harus jadi pacar gue. Oke..”
Joni tersenyum bahagia.
“I love you Vega Maharani.” Ujar Joni jelas.
Vega memeluknya.
***
“Vega! Siapa tuh? Kampungan banget
gayanya.”
“Anak kampung itu............ Ehm.
Pacar Gue...” Ujar Vega sambil menggandeng mesra tangan Joni.
TAMAT